Tampilkan postingan dengan label WACANA SEJARAH KERAWAG. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label WACANA SEJARAH KERAWAG. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 20 Juli 2019

KARAWANG PASKA KEMERDEKAAN

0 komentar
Peta Karawang Sebelum di Pisah 1968 M

Wilayah Karawang pada masa lalu (hasil pembagian oleh Sunan Gunung Jati pada abad ke 15) 
Kemudian dipecah menjadi dua bagian pada masa perang kemerdekaan sekitar tahun 1948 M dengan sungai Citarum dan sungai Cilamaya menjadi pembatasnya, wilayah Kabupaten Karawang Barat meliputi wilayah Kabupaten Karawang sekarang ditambah desa-desa di sebelah barat Citarum yaitu desa-desa Sukasari dan Kertamanah dengan ibu kota di kecamatan Karawang,

Sementara Kabupaten Karawang Timur meliputi wilayah Kabupaten Purwakarta dikurangi desa-desa di kecamatan Sukasari (yang dahulu masih bagian dari Kabupaten Karawang) dan Kabupaten Subang  dengan ibu kota di kecamatan Subang.  

Lalu kemudian pada tahun 1950 M nama Kabupaten Karawang Timur diubah menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di kecamatan Subang dan Kabupaten Karawang Barat menjadi Krawang  dengan ibu kota di kecamatan Karawang.

Pada tahun 1968 M terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Purwakarta yang sebelumnya bernama Kabupaten Karawang Timur menjadi Kabupaten Subang dengan ibu kota di kecamatan Subang dan Kabupaten Purwakarta  dengan ibu kota di kecamatan Purwakarta, karena pada tahun yang sama berlangsung proyek besar bendungan Ir. Djuanda atau yang dikenal dengan nama Bendungan Jatiluhur maka pemerintah pusat pada masa itu merasa perlu untuk menyatukan wilayah waduk Jatiluhur ke dalam satu wilayah kerja yang akhirnya diputuskan dimasukan ke dalam wilayah Kabupaten Purwakarta sehingga pada tahun 1968 M wilayah Kabupaten Krawang harus melepaskan desa-desa yang berada disebelah barat sungai Citarum yang masuk dalam proyek besar bendungan Ir. Djuanda atau Bendungan Jatiluhur, desa-desa tersebut adalah desa-desa Sukasari dan Kertamanah yang sekarang masuk dalam kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta, sehingga dengan diterbitkannya Undang-undang No. 4 Tahun 1968 M maka wilayah Kabupaten Krawang menjadi berkurang dan wilayah inilah yang dikemudian hari disebut sebagai Kabupaten Karawang.

Penduduk Karawang umumnya adalah suku Sunda yang menggunakan Bahasa Sunda. Di daerah utara Kabupaten Karawang,  seperti di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya sebagian penduduknya menggunakan Bahasa Betawi, sedangkan di Kecamatan Pedes, Cibuaya, Tempuran, Kecamatan Cilamaya Wetan, dan Cilamaya Kulon sebagian penduduknya menggunakan Bahasa atau Dialek Cirebon atau Dermayon.  Sedangkan di beberapa kecamatan yang lainnya di Karawang menggunakan Bahasa Sunda Kasar, beberapa kosakata yang mereka gunakan adalah 'aing' (bhs. Sunda standar kuring/abdi), 'nyanéh' (bhs. Sunda standar manéh/anjeun), nyanéhna (bhs. Sunda standar manéhna/anjeunna), nyaranéhna (bhs. Sunda standar maranéhna/aranjeunna), manyaho (bhs. Sunda standar nyaho/terang). Tetapi di daerah selatan Kabupaten Karawang Kecamatan Pangkalan dan Kecamatan Tegalwaru, mereka menggunakan bahasa Sunda standar, Penduduk Kabupaten Karawang mempunyai mata pencaharian yang beragam, tetapi di sejumlah kecamatan, mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani atau pembajak sawah karena Kabupaten Karawang adalah daerah penghasil padi.



Berbagai sumber 


Read more

Selasa, 18 Juni 2019

RERUNTUHAN KEJAYAAN KUTATANDINGAN

0 komentar
                                                  
  SITUS RERUNTUHAN  KUTATANDINGAN

Reruntuhan Seperti Pondasi Bangunan di Desa Sukasari Kutamanah
Tumpukan batu yang tersusun rapih di Kutamanah

Nama Kutatandingan Merupakan wilayah Hutan Lindung dan dataran tinggi yang membentang dari bagian selatan memanjang kearah barat kabupaten Karawang, perbukitan yang memisahkan 4 (empat) kabupaten yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor).  

Banyak mitos dan cerita orang tua karawang membahas tentang fenomena  Kutatandingan, wilayah yang sekarang dikelola oleh pihak Perhutani Karawang dan Purwakarta ini, sebagian besar wilayah hutan dan tegalan nya masuk ke Kabupaten serta banyak dimanfaatkan oleh penduduk sekitar Karawang, Purwakarta yang belum mempunyai lahan untuk tempat tinggal, mereka manfaatkan untuk berladang. Tapi dimulai awal tahun 2000, alih fungsi mulai merubah hutan Kutatandingan ini. 

Wilayah Kutatandingan Karawang sekarang sudah berubah wajah menjadi Zona Industrialisasi yg terus tumbuh seperti jamur. Banyak kawasan perseroan yang menyewa garapan dengan pemerintah untuk membangun pabrik-pabrik seperti (Kawasan Surya Cipta, KIM, KIIC,) bahkan ada pemakaman Elite Internasional Sandiago Hill.

Ada temuan mencengangkan Baru-baru ini salah seorang tokoh budaya sunda  kecamatan Telukjambe timur abah Aji Nugraha menemukan situs purbakala (susunan batu) yang tersusun rapi seperti reruntuhan pondasi bangunan yang terletak di zona Cipanonindung kearah Kutamanah desa Sukasari, lokasinya masuk ke kabupaen Purwakarta,.  
Untuk bahan kajian sengaja Kami (Paguyuban Kutatandingan .Red) memposting vedio yang kami rekam langsung dari lokasi

Kami berharap pemerintah kabupaten Karawang dan Purwakarta mendukung dalam hal pelacakan sejarah wilayah ini yang kami prediksi di abad awal masehi ini, 
Kami berharap kabut misteri sejarah kutatandingan akan segera terkuak sehingga menjadi Destinasi Wisata sejarah baru dan menjadi kebanggaan kami sebagai putra daerah, 



Ki Rasa
Read more

Jumat, 27 Maret 2015

ANTARA DANGIANG GALUH PAKUAN DAN BUANA PAKSI PANCA TENGAH

0 komentar
Sebuah tinjauan budaya terhadap Purwakarta dan Karawang

Pada saat mengunjungi Kota Purwakarta tahun 2013 lalu, saya melihat cukup banyak tulisan “Purwakarta Dangiang Galuh Pakuan” beserta gambar Bupati Dedi Mulyadi, menghiasi sudut-sudut kota. Itu sesuatu yang menarik. Saya mengenal daerah Purwakarta sebagai kota santri, sehingga pernyataan bercorakbuhun seperti itu tak ayal membuat saya penasaran. Iseng-iseng sayapun mencoba menelaah makna kalimat “Dangiang Galuh Pakuan”. 

Secara bahasa, kalimat itu tersusun dari kata dangiang, Galuh, dan Pakuan. Kata dangiang biasanya merujuk pada sesuatu yang bernilai sakral, suci atau keramat. Bisa sesuatu berupa tempat, orang ataupun benda. Penggunaan lain yang hampir senapas adalah Sanghyang dan Rahyang, yang secara umum memiliki maksud berupa penghormatan terhadap sesuatu yang dianggap memiliki keku atan tinggi, gaib dan luhur. 

Sedangkan kata Galuh dan Pakuan merujuk pada eksistensi dua kerajaan kuno Sunda, yakni Pakuan di Bogor dan Galuh di Ciamis, yang keduanya dipisahkan oleh Sungai Citarum. Kedua kerajaan itu kemudian bersatu dan sering disebut dengan sebutan Galuh Pakuan pada masa kepemimpinan Sri Baduga Maharaja. Pada masa-masa selanjutnya kerajaan itu popular dengan sebutan Pakuan Pajajaran. Jadi secara singkat, Purwakarta Dangiang Galuh Pakuan dapat bermakna sebagai sebuah “proklamasi” keberadaan Purwakarta sebagai wilayah suci kekuasaan Galuh dan Pakuan. Dan hal ini masuk diakal manakala kita melihat letak geografis Purwakarta yang berada di tengah-tengah perbatasan kekuasaan Galuh dan Pakuan, yang seakan-akan menjadi titik penyatuan dua kekuasaan besar Sunda pada masa lalu.

Pada perkembangan selanjutnya, saya kemudian mendapati arti lain dari pengertian Dangiang Galuh Pakuan. Hal itu sata dapati ketika mencari informasi lebih banyak tentang sosok Dedi Mulyadi yang ketokohannya sebagai pemimpin berkarakter Nyunda semakin popular. Dedi Mulyadi atau yang lebih akrab disebut Kang Dedi memaknai Dangiang Galuh Pakuan sebagai suatu filosofi budaya yang memiliki arti kewibawaan (dangiang) yang dilandasi hati yang tulus (Galuh/Galeuh) sehingga bisa bertindak konsisten dan teguh dalam pendiriannya (Paku/Pakuan).

Menariknya, filosofi kebudayaan seperti itu tidak berhenti sebatas tema mentereng. Didukung oleh kapasitas dan kewenangannya sebagai kepala daerah, Kang Dedi kemudian merumuskan pemikirannya dalam berbagai kebijakan pembangunan berbasis kebudayaan yang dampaknya cukup luar biasa. Kita melihat bagaimana dia mengganti nama-nama sekolah dengan nama tokoh-tokoh Sunda, merumuskan program-program dengan sentuhan budaya yang sangat kuat semisal kenduri cinta birokrat; seba nagari, dan masih banyak yang lainnya. Inovasi kebudayaan seperti itu pada akhirnya bergaung melewati sekat-sekat wilayah dan menjadikan Purwakarta termasuk kota berprestasi. Namun yang lebih menggetarkan tentu saja safari budayanya yang mengambil tema Dangiang Galuh Pakuan dan mengkampanyekan nilai-nilai budaya sebagai spirit pengenalan jati diri dan pembangunan masyarakat. Sekarang, istilah Dangiang Galuh Pakuan bergema di banyak wilayah di Jawa Barat.

Menariknya, ketika Purwakarta sedang sibuk mengkampanyekan nilai-nilai kearifan lokal sebagai semangat pembangunan, kota tetangga yang juga saudara tua Purwakarta, yakni Karawang justru sedang mengalami pergulatan budaya. Pada masa lalu, Karawang dan Purwakarta satu wilayah. Jadi latar belakang sejarah dan budaya antara Karawang dan Purwakarta sebenarnya tidak jauh beda. Tetapi dalam perkembangannya corak kebudayaan kedua kota mengalami perbedaan yang sangat kentara. Karawang tampil sebagai kota dengan perpaduan budaya yang sangat kental. Apalagi ketika memasuki era modern dimana Karawang menjadi kawasan industri terbesar di Asia Tenggara dan menjadi magnet bagi orang-orang dari berbagai daerah dengan latar belakang budaya bermacam-macam. Pada fase itu Karawang mengalami pergumulan budaya yang cukup kritis yang oleh sebagian budayawan lokalnya sering diistilahkan ngarangrangan, suatu keadaan dimana nilai-nilai budaya, kearifan lokal, sejarah dan jati dirinya kian tergerus oleh laju perubahan yang begitu cepat. Oleh karenanya tidak mengherankan jika sekarang ini banyak budayawan, seniman dan generasi muda Karawang termasuk para tokoh yang mengharapkan adanya upaya-upaya lebih serius dari pemerintah daerah untuk menggali kembali nilai-nilai budaya lokal. Dan jika Purwakarta mendengungkan mengenai Dangiang Galuh Pakuan maka kalangan budayawan Karawang mempopulerkan istilah Buana Paksi Panca Tengah sebagai filosofi budaya, nilai-nilai kearifan dan semangat tata salira dan tata nagara. Konsep Buana Paksi Panca Tengah diyakini memiliki arti yang dapat mentransformasikan keagungan nilai-nilai kearifan lokal dalam konteks kekinian.


BUANA PAKSI PANCA TENGAH

Buana Paksi Panca Tengah terdiri dari kata Buana, Paksi dan Panca Tengah (Panca dan Tengah).
Buana berarti dunia atau tempat yang kita diami berserta segala anasir pendukungnya, baik yang terlihat ataupun yang tak terlihat. Paksi berarti manuk, burung, atau dalam kepercayaan Sunda Kuno dianggap sebagai gambaran dari dunia atas, dunia agung yang tak tertandingi, atau kahyangan tempat para dewa dan pohaci. Sedangkan Panca Tengah merupakan sebutan purba untuk dunia ini, melengkapi dunia lainnya seperti buana nyungcung atau dunia langit dan buana larang atau jagat pancaka, dunia gaib termasuk neraka dan . Dari persfektif lain, Panca Tengah dapat juga dimaknai sebagai titik tengah (puser atau pancer) dari empat (papat) tata wilayah dalam terminologi kuno papat kalima pancer, empat wilayah dengan wilayah kelima sebagai titik pusatnya. Semua pengertian itu dengan mudah dapat kita temukan pada literatur Sunda seperti pantun.

Jadi silib siloka dari Buana Paksi Panca Tengah bisa diartikan sebagai tempat yang tinggi, tak tertandingi dan dimuliakan yang berada di dunia, yang menjadi titik pusat dari empat wilayah lainnya. Secara geografis Karawang dengan titik Sanggabuananya adalah wilayah yang dikelilingi empat kabupaten; Purwakarta, Bogor, Cianjur dan Bekasi.

Dari filosofi budaya di atas kita melihat adanya penegasan Karawang sebagai daerah yang memiliki banyak potensi untuk menjadi hebat dan “tak tertandingi” serta menjadi poros pembangunan bagi empat kabupaten tetangga. Hal ini sesuai pula dengan dongeng-dongeng yang berkembang di tengah-tengah masyarakat yang meramalkan Karawang akan menjadi kota yang maju luar biasa. 

Jadi dengan konsep Buana Paksi Panca Tengah, Karawang memiliki spirit budaya untuk menjadi wilayah unggul dan menjadi leader dalam tata buana yang benar atau pengelolaan alam secara bijak sebagaimana disimbolkan paksi yang mewakili kosmologi dunia atas, atau langit. Hal ini menunjukkan bahwa alam dan kebudayaan adalah modal penting bagi Karawang untuk menjadi seperti yang diramalkan para orang tua dahulu. Bedanya, jika Dangiang Galuh Pakuan mampu menjadi konsep real di tengah masyarakat karena adanya Kang Dedi sebagai pemimpin daerah, maka Buana Paksi Panca Tengah seakan masih menunggu datangnya Ratu Adil Palamarta, yang menurut Kidung Karawang, akan mampu membawa Karawang pada puncak kemajuannya.




Asep R Sundapura 

Karawang, Maret 2015
Read more

PUPUHU

Foto saya
Saya adalah Insan tani Karawang, yang tetap menjungjung Budaya Leluhur Sunda.

PUPUHU

PUPUHU
KI RASA

SEKJEND

SEKJEND
BONAN SANGGABUANA

NU GADUH ARTOS

NU GADUH ARTOS
KANG JAENUDIN, AR

EYANG SINGA

EYANG SINGA
NU NGAPING

Cari berita blog

DAFTAR

YANG SERING DIBACA

 
 PAGUYUBAN KUTATANDINGAN _ KARAWANG 2012    -PEMILIK-  KUTATANDINGAN email:encumnurhidayat@gmail.com