Jumat, 17 Juli 2020

SUSUNAN RAJA-RAJA PAJAJARAN


  1. Sri Baduga Maharaja Prabu Guru Dewapranata/Prabu Siliwangi/Ratu Jayadewata/Raden Pamanah Rasa/Raden Sunu (1475/1482 - 1521 M) 
  • Putra Dewa Niskala (Prabu Anggalarang), saudaranya seibu adalah Ningratwangi, sedangkan saudara lainnya seayah adalah Banyak Cakra/Catra atau Kamandaka, Banyak Ngampar, Ratu Ayu Kirana dan Kusumalaya.  Kamandaka inilah yang terkenal dalam legenda Lutung Kasarung. Dia menjadi penguasa daerah Pasir Luhur  di daerah Banyumas sekarang, setelah menikah dengan Ciptasari/Purbasari, putri raja Pasir Luhur. - Memerintah dari Pakuan Pajajaran. Kerajaan Sunda-Galuh yang namanya menjadi Pajajaran mencapai puncak kekuasaannya sekali lagi dibawah pemerintahan Prabu Siliwangi. 
  • Meskipun kemudian Cirebon dibawah pemerintahan Sunan Gunung Jati, melepaskan diri dari kekuasaan Sunda-Galuh. - Pertama kali dinobatkan sebagai raja Galuh, dengan gelar Prabu Guru Dewapranata - Dinobatkan kedua kalinya sebagai Raja Sunda-Galuh, dengan gelar Sri Baduga Maharaja Ratu (H) Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata mengambil gelar buyutnya Sri Baduga Maharaja Lingga Bumi untuk mengenang keberanian buyutnya tersebut yang gugur dalam peristiwa Palagan Bubat - Nama Siliwangi diberikan karena dia dianggap menjadi penganti (silih) Maharaja Prabu Niskala Wastu Kancana yang juga bergelar Prabu Wangi
  • Sewaktu lahir diberi nama Pamanahrasa oleh kakeknya Prabu Niskala Watu Kancana dan Jayadewata oleh ayahnya, Dewa Niskala. Pemberian nama oleh orang tua dan kakeknya merupakan suatu adat yang umum di Jawa Barat pada masa itu. Seperti juga nama Anggalarang dan Wangisuta yang keduanya merupakan nama dari Niskala Watu Kancana. Atau Sri Mangana dan Walangsungsang yang keduanya merupakan nama dari orang yang sama yaitu Pangeran Cakrabuana, pendiri Kerajaan Cirebon. 
  • Menikah dengan Ambetkasih/Ngabetkasih sepupunya sendiri, yang merupakan putri dari Ki Gedeng Sindangkasih, putra ketiga Wastu Kancana dari Mayangsari, yang menjadi Raja muda di Surantaka (Sekitar Majalengka sekarang). Dengan pernikahan ini dia ditunjuk menjadi pengganti Ki Gedeng Sindangkasih sebagai raja muda Surantaka. Dari Ambetkasih dia tidak mendapat keturunan. 
  • Istri keduanya adalah Subanglarang/Subangkratjang putri Ki Gedeng Tapa/Ki Gedeng Jumajan Jati yang didapatkannya melalui sayembara setelah mengalahkan Pangeran Amuk Murugul. Ki Gedeng Tapa sendiri adalah putra Ki Ageng Kasmaya, sehingga Subanglarang masih terhitung sepupunya. Dengan pernikahan ini dia juga ditunjuk menjadi Raja muda Singapura, pengganti Ki Gedeng Tapa. - Subanglarang, seperti juga ayahnya adalah seorang muslim. Dia menjadi murid dari Syekh Hasanudin (Syeh Quro), seorang penganut muslim Hanafi yang berasal dari Campa yang ikut dalam rombongan Laksamana Cheng Ho, seorang panglima perang dari Cina yang beragama muslim. Syekh Hasanudin adalah pendiri pesantren Quro di Pura/kota Karawang yang didirikan pada tahun 1416 M, dalam masa pemerintahan Wastu Kancana
  • Istri ketiganya adalah Kentring Manik Mayang Sunda, adik dari Pangeran Amuk Murugul. Kentring Manik Mayang Sunda, dinikahkan kepadanya untuk menyatukan kembali kekuasaan Sunda-Galuh yang sempat terpecah menjadi dua. Keturunan Kentring Manik Mayang Sunda dan Prabu Siliwangi inilah yang dianggap paling sah menduduki tahta Pajajaran. 
  • Istri lainnya yaitu Nyai Aciputih putri Ki Dampu Awang, seorang panglima perang dari Cina yang menjadi nakhoda kapal Laksamana Cheng Ho. - Untuk memperkuat pertahanan Keraton Pajajaran, Prabu Siliwangi membangun parit sepanjang tiga kilometer di tebing sungai Cisadane dan tanah bekas galiannya dijadikan benteng. Parit dan benteng ini terbukti berkali-kali berhasil menghindarkan Keraton Pajajaran dari serbuan musuh. - Menjadikan Banten dan Sunda Kelapa sebagai pelabuhan utama Pajajaran dan membangun jalan darat dari Sunda Kelapa ke Pakuan. Pelabuhan lainnya yaitu Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang),  dan Cimanuk, satu-satunya pelabuhan Pajajaran di sebelah timur dan sekaligus perbatasan antara Pajajaran dan Cirebon. - Selain itu juga dibangun jalan dan Sakakala Gunungan di Rancamaya, tempat perabuan raja-raja Pajajaran. Dan hutan sekitarnya dijadikan hutan larangan. Kemudian membangun juga Telaga Rena Mahawijaya sebagai sumber air yang digunakan untuk upacara keagamaan di Pakuan.   

2. Surawisesa/Ratu Samieum/Ratu Sangiang/Jayaperkasa, (1521 - 1535 M) - Putra Prabu Siliwangi (Pamanahrasa) dari Kentring Manik Mayang Sunda. Adiknya adalah Surasowan, yang menjadi Raja muda/ Ratu Anom di Banten Girang dan pendiri keraton Surasowan di Banten. 

  • Menikahi Kinawati putri Mental Buana (cicit Munding Kawati, tokoh dalam cerita Panji di Sunda yang merupakan salah satu raja muda Pajajaran yang memerintah di Tanjung Barat). - Menjalin kerjasama dengan Alfonso D’Albuquerque penguasa Portugis di Malaka untuk mengimbangi persekutuan Cirebon-Demak. 
  • Dalam kerjasama itu disepakati bahwa Portugis akan mendukung Pajajaran dengan kekuatan angkatan lautnya sebagai balas jasa hak dagang ekslusif di pelabuhan Sunda Kelapa, yang diberikan Pajajaran kepada Portugis.  Portugis kemudian berencana membangun benteng di pelabuhan tersebut. - Bersama Portugis berperang dengan Cirebon-Demak yang dipimpin Falatehan/Fadillah Khan/Arya Burah/Fatahillah, selama 5 tahun dengan hasil kekalahan Pajajaran di Banten dan Sunda Kelapa. 
  • Dengan kekalahan itu Pajajaran akhirnya mengakui Cirebon sebagai negara merdeka dan sejajar. - Kekalahan Pajajaran dari Cirebon ini menyebabkan Surawisesa masygul hatinya dan teringat akan kebesaran ayahandanya. Akhirnya untuk menghormati dan mengenang ayahandanya itulah ia membuat prasasti di Batutulis, Bogor sebagai tanda puja kepada ayahnya.


3. Ratu Dewata (1535 - 1543 M) - Putra Surawisesa - Merupakan seorang Raja-Resi - Pada masa pemerintahannya, pusat kerajaannya sempat diserang oleh pasukan tak dikenal yang kemungkinan besar merupakan pasukan pengintai dari Banten dan Sunda Kelapa. Serangan ini menyebabkan gugurnya panglima perang Pajajaran, Tohaan Ratu Sangiang dan Tohaan Sarendet. Meskipun serangan itu gagal, karena kokohnya benteng Pakuan yang dikelilingi parit, tetapi daerah sekitarnya berhasil diduduki oleh pasukan tersebut.


4. Ratu Sakti (1543 - 1551 M) - Putra Ratu Dewata - Dikenal sebagai raja yang lalim, kejam dan tidak bermoral. Merampas harta rakyat dan menghukum mati orang dengan sewenang-wenang. Melanggar pantangan ‘estri  larangan ti kaluaran" dengan menikahi wanita yang sudah bertunangan. Selain itu dia juga berbuat skandal dengan selir-selir ayahnya - Karena kesewenang-wenangannya, akhirnya dia diturunkan oleh Nilakendra, saudaranya satu ayah


5. Ratu Nilakendra / Tohaan di Majaya (1551 - 1567 M) - Putera Ratu Dewata - Dikenal sebagai penganut agama Tantra yang menggunakan mantra-mantra dan benda-benda sakti untuk menjaga diri dan kekuasaannya - Dikenal pula sebagai raja yang lemah dan kurang memperhatikan kehidupan rakyatnya, hanya bersenang-senang dan memperkaya diri sesuai ajaran Tantra - Setelah kalah dalam peperangan melawan Banten yang dipimpin Syekh Maulana Yusuf, putera Hasanudin, dia meninggalkan istana Pakuan tanpa raja dan memerintah dari Majaya


6. Raga Mulya / Prabu Surya Kancana / Pucuk Umun Pulasari (1567 - 1579 M) - Putera Nilakendra - Memerintah dari Pulasari, Pandeglang, setelah Kraton Pakuan dan bentengnya jatuh ke tangan Banten - Kekuasaan Pajajaran berakhir saat Banten berhasil menghancurkan istana Pakuan dan membawa Palangka Sriman Sriwacana, tempat duduk kala seorang raja Pajajaran dinobatkan, dari Pakuan ke istana Surasowan di Banten. Dengan dibawanya batu penobatan tersebut ke Banten, Pajajaran tidak bisa lagi menobatkan raja baru - Sebelum menanggalkan tanda-tanda kebesarannya dan mengasingkan diri lebih jauh ke barat,  ke Ujung Kulon, dia menyerahkan mahkotanya kepada Prabu Geusan Ulun, penguasa Sumedang Larang, putera Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umum sebagai pertanda penerus kekuasaan raja-raja Sunda-Galuh. - Keturunan Surya Kancana/Pucuk Umun Pulasari dan pengikutnya inilah yang dianggap sebagai orang Badui Banten sebagai leluhur mereka

0 komentar:

Posting Komentar

PUPUHU

Foto saya
Saya adalah Insan tani Karawang, yang tetap menjungjung Budaya Leluhur Sunda.